Wednesday 10 June 2015

Visi Luar Biasa Rasiman Siregar

Rasiman Siregar adalah pelatih sekolah sepakbola Jakarta Football Academy, dan juga asisten pelatih timnas U19 yang terpaksa dibubarkan pasca sanksi FIFA. Berbagai media memuat surat terbuka Rasiman untuk presiden Jokowi. Surat ini bercerita tentang perjuangan Rasiman membina pemain muda dan juga bagaimana pembekuan PSSI dan sanksi FIFA justru sesungguhnya memukul pembinaan sepakbola usia muda.

Rasiman juga menjelaskan perjuangannya untuk mengirimkan anak didik untuk berlatih dan bahkan mencoba berkarir di Eropa. Saat menpora dan PSSI memperebutkan kompetisi, Rasiman justru sudah berpikir lebih jauh. Jika ingin mendongkrak prestasi timnas, pemain-pemain kita harus berjuang untuk berkarir di Eropa, seperti pemain-pemain Jepang, Korea dan Australia.

Surat terbuka Rasiman Siregar diantaranya dimuat di harian Bola edisi 10 Juni 2015. Menurut harian Bola, surat terbuka ini berasal dari "laman resmi PSSI". Sayangnya saya gagal menemukan laman dimaksud. Berikut teks surat terbuka Rasiman yang saya kutip dari Topskor.


Kepada
Yang terhormat Presiden Republik Indonesia
Ir. Joko Widodo di Jakarta

BAPAK Presiden yang terhormat, izinkanlah di kesempatan yang mulia ini saya memperkenalkan diri. Nama saya Rasiman, pembina sekolah bola Jakarta Football Academy yang berkedudukan di Jakarta Timur. Kami aktif membina anak-anak calon penerus generasi bangsa Indonesia sejak 2010. Saat ini kami memiliki sekitar 90 siswa dari kelompok usia 6 tahun sampai dengan 16 tahun. Kami berterima kasih atas dimulainya kepedulian pemerintah terhadap sepak bola nasional, di mana hal ini terasa kurang di tahun-tahun belakangan ini.

Sebagai warga negara yang baik, kami berusaha mengabdikan diri kami di bidang sepak bola dengan harapan di skala yang kecil bisa memberikan sesuatu bagi republik ini. Menyikapi dualisme kepengurusan PSSI, kami dan para orangtua siswa sangat khawatir dengan perkembangan sepak bola usia dini, sehingga kami menggunakan segala cara agar putra-putra terbaik yang kami miliki bisa menjadi penerus sepak bola nasional di masa mendatang . 

Ada pepatah “Carilah ilmu sampai ke negeri Cina” kami pegang teguh prinsip itu bahkan kami melakukan lebih. Dengan semangat pantang menyerah kami bersama orangtua berusaha menjajagi kemungkinan putra putra kami selamat dari turbulensi kisruh sepak bola nasional. Tahun 2012, kami dan anak-anak kami yang berumur 11 sampai 13 tahun berangkat ke beberapa negara Eropa untuk menjajaki kemampuan kami. Swedia , Inggris, dan Spanyol kami jelajahi untuk mencari kesempatan dan meyakinkan partner kami di Eropa bahwa tidak ada perbedaan bakat antara anak-anak Indonesia dan Eropa.

Di Inggris, kami berhasil menunjukkan hasil sangat impresif di mana dalam uji coba anak-anak kami menghempaskan Southampton dan Manchester City U-13. Di sanalah kami membuktikan bahwa anak-anak Indonesia sama bakatnya dengan mereka. 

Dengan kepercayaan diri tinggi kami pulang ke Tanah Air pada April 2012. Kami dan partner kami Scott Russel dari Inggris menyusun rencana ke depan untuk menempatkan putra-putra kami di Eropa. Kami di Jakarta menyiapkan diri dengan memberikan pelajaran ektra dan sport scince untuk mendukung keberangkatan putra-putra kami. Mengubah gaya hidup anak-anak yang masih belia adalah tantangan tersendiri. Belajar bahasa , menyesuaikan makanan, hawa dingin, budaya, dan sekolah di Eropa bukan pekerjaan yang ringan.

Ahirnya dengan berbagai pertimbangan dan penundaan akibat visa, delapan siswa kami berangkat ke Alicante Spanyol dan bergabung dengan Jove Espanyol. Semua orang tua berurai airmata ketika harus meninggalkan mereka di Alicante.

Bapak Presiden yang terhormat, saya yakin bapak mengerti dengan perasaan kami, di mana putra kami yang masih lucu-lucunya berumur 11 sampai 13 tahun harus kami tinggal di Alicante. Meninggalkan zona nyaman di Jakarta , di mana mereka harus berjalan kaki ke sekolah 30 menit pulang pergi, menyeretika baju, hingga membersihkan kamar sendiri.

Kami juga melaporkan kegiatan kami ke Ibu Duta Besar RI di Madrid, bahkan Ibu Duta Besar sering mengundang putra-putra kami untuk makan malam. Tanpa terasa, putra-putra kami kembali dengan selamat pada Juni 2013, ada dua  siswa kami tidak bisa kembali dikarenakan krisis ekonomi global yang ikut memengaruhi bisnis keluarganya.

Timnas U-16 2013

Awal kami berangkat, anggapan skeptis bermunculan di sana-sini. Mayoritas masyarakat kita menganggap bahwa keberangkatan mereka ke Eropa hanya life style . Bukti pertama dari keyakinan kami adalah terpilihnya lima pemain kami mengikuti TC timnas U-16 dan akhirnya tiga pemain ikut membawa Indonesia runner-up AFF U-16 di Myanmar pada 2013.


Tahun kedua kami kembali dengan jumlah lebih besar yaitu 15 pemain. Partner kami mendirikan akademi di Valencia (Royal European Foorball Academy / REFA ) dan banyak pemain dari Afrika bergabung sehingga tim menjadi lebih kompetitif. Di tahun kedua kami beruji coba dengan semua La Liga akademi di Spanyol termasuk La Masia Barcelona .

Timnas U-19

Sepulang dari Spanyol, timnas U-19 di bawah asuhan Fakhri Husaini sedang melakukan pemantauan. Putra-putra kami pun mengikuti proses seleksi layaknya pemain yang lain. Tujuh pemain dinyatakan lolos dan lima pemain harus kembali ke Spanyol sambil menunggu pelaksanaan TC. Dua pemain langsung  bergabung dengan timnas U-19 dan satu pemain lagi eks binaan kami yang sudah bermain di Persib U-21 menyusul bergabung .


Pada awal Mei 2015, lima putra kami dipanggil mengikuti TC tahap ahir timnas U-19. Total pemain binaan kami ada delapan pemain di timnas U-19. Putra-putra kami yang berada di Spanyol juga sedang menjalani tes di Huraccan Academy, salah satu akademi terbaik di Spanyol.

Merintis

Ada slogan yang berbunyi: “Jangan tanya apa yang negara berikan tapi apa yang kita berikan untuk negara”. Tanpa mengurangi rasa hormat kami ke seluruh warga negara Indonesai, kami para orangtua banting tulang untuk memenuhi kebutahan hidup putra-putra kami sebesar 30.000 Euro/tahun atau sekita Rp 450 juta. Kami sudah jual semua aset yang kami miliki demi kesuksesan Indonesia di pentas dunia.


Mungkin Bapak Presiden belum menyadari kalau di Asia hanya Jepang, Korea, dan Australia yang selalu lolos Piala Dunia. Kenapa? karena tiga negara di atas hampir semua pemain timnasnya merumput di Eropa . Hal itu yang kami rintis dengan mengirim putra-putra kami ke Eropa . Kalau tidak ada aturan FIFA yang baru bahwa pemain harus 18 tahun baru bisa di Pra Kontrak, niscaya putra-putra kami sudah ada yang bermain di Inter Milan Academy.

30 Mei yang Kelabu

Pada 30 Mei, kami para orangtua menjemput putra-putra kami di Sawangan setelah uji coba terakhir timnas U-19. Kami sangat terpukul melihat kenyataan bahwa usaha kami akan sia-sia dengan turunnya sanksi dari FIFA. Buat kami yang berjuang sampai keringat darah demi memberikan pendidikan sepak bola terbaik, di mana tunas-tunas mulai bermunculan justru patah sia-sia .


Kami Mohon Pak Presiden
Dengan segenap kerendahan hati, kami memohon Bapak Presiden membuka hati dengan memberikan PSSI haknya kembali untuk berorganisasi. Kami dukung pemerintah untuk membangun sepak bola. Kami juga sudah mengundang Menpora dan diwakili ketua BOPI untuk meninjau tempat latihan kami di Valencia. Bapak Nur Aman juga sangat terimpresi dengan  kondisi latihan dan sistim pembinaan kami.

Harapan kami, bukan hanya kami para orangtua yang memaksakan diri mampu untuk membiayai tapi Menpora juga bisa membiayai putra terbaik bangsa Indonesia sehingga cita-cita Bapak Presiden untuk meloloskan Indonesia di pentas dunia akan terwujud dengan banyaknya pemain Indonesia bermain di Eropa dan pembenahan sepak bola nasional bersama PSSI.

Demikianlah surat ini
Hormat saya,
Rasiman


Penulis adalah Pembina 
sekolah sepak bola Jakarta Football Academy



Referensi:1. "Surat Terbuka Rasiman untuk Jokowi", dimuat di Harian Bola tanggal 10 Juni 2015.
2. Foto: presiden Joko Widodo.

No comments:

Post a Comment

Silahkan berkomentar dengan bahasa yang sopan, tidak merendahkan pihak manapun dan tidak menyinggung SARA